RUMAH CINTA

Minggu, 25 Oktober 2009

6. INFEKSI

Usai makan siang, penghuni rumah cinta pasti berkumpul di depan pesawat televisi tanpa dikomando sekalipun. Berbeda dengan si bongsor ade Ocit. Empang baginya lebih menarik dari pada hanya duduk manis di depan televisi yang ujung-ujungnya nanti pasti berebut remot control dengan Neni yang tak pernah sama sekali mau mengalah pada si kecil. Bahkan dia akan memepertahankan remot itu sampai tetes darah terakhir, apapun akan ia lakukan demi sebuah remot lusuh dan ngadat itu.
Berbekal perut yang sudah terisi sampai kenyang. Ade Ocit melangkah keluar mengikuti irama hati dan kemana langkah kaki membawanya. Tapi bisa di pastikan kalau ia akan bermain ke empang pak Aji yang letaknya di persawahan, lumayan jauh dari Rumah Cinta. Iapun tak lupa membawa serta sorok dekil nan lusuh kesayangannya yang ia beli dengan uang hasil keringatnya sendiri, yakni dengan menjual anak ikan yang ia dapat dari empang pak Aji-Aji yang lainnya.
Pernah suatu waktu ia membanggakan ikan hasil tangkapannya dan ia pamerkan pada kakak-kakaknya.
“ Kak,.. bagaimana kalau kita buat kolam aja di sini. Ikan hasil tangkapan ade kali ini lumayan banyak. Kalau kita lawat baik dan membelinya makan dengan lutin pasti ikannya akan besal dengan cepat..!! “Ocit mempresentasikan ikan tangkapannya dengan semangat 45.
Wiya yang sejak tadi mencuci piring, merasa terganggu dengan kehadiran ade Ocit yang bolak-balik mengambil air untuk ikan-ikannya.
“ Coba liat mana ikannya,..!! kalau banyak mending di goreng. Lumayan kan,..! “ Wiya penasaran juga. Ade Ocit langsung menyerahkan baki yang penuh berisi air dan makhluk-makhluk kecil di dalamnya.
“ Apa itu Wy,..? “ tegur Ahmed yang hendak ke kamar kecil pipis, melihat kakaknya yang sedang memperhatikan baki berisi makhluk-makhluk kecil itu.
“ ikan… !! “ sambut ade Ocit dengan tampang bangga.
“ Ini beneran ikan,..? “ Wiya menguji. Ocit mengangguk mantap.
“ Ini bukan ikaaan,.. dodol,.. ini namanya kecebong…alias anak kodok..!!! “ Wiya menjitak kepala adeknya yang tidak bisa membedakan kecebong dan anak ikan.
Ahmed yang melihat ikut-ikutan menjitak dan melanjutkan tawanya sampai di kamar kecil.
Ocit menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.
“ Terus mau ngapain piara anak kodok disini…? Hah,..!! “ Wiya geregetan melihat adeknya yang masih berdiri memandangi kecebongnya dengan sedih.
“ Udah,.. balikin lagi ke empang sana,..!!!.
Atau kamu bercita-cita jadi pangeran kodok,..?!
Cepet balikin…!!! “ Jantung Wiya terasa mau copot meladeni ketololan adiknya.

@ RMH CNT @
Tiba-tiba si ade pulang meringis dengan tubuh kotor dan kaki penuh lempur terlihat luka sedikit menganga di lutut sebelah kirinya. Iapun berjalan dengan sempoyongan, untukmencari perhatian ibu yang sedang duduk bersama abah di teras depan sembari membaca buku. Tapi ternyata jurus CP-nya tidak berhasil. Wiya yang menyaksikan dari kejauhan tersenyum melihat tingkah adik bungsunya itu. Agar si bungsu tidak kecewa dengan jurus CP yang gak berhasil, Wiya menyapanya.
“ kakinya kenapa dek,..? “ Wiya memeriksa lutut ade Ocit, disana ada bekas darah yang sudah mengering.
“ Auw,..!!! “ Ocit meringis menahan perih ketika Wiya memegangi lututnya.
“ Kenapa tuh,..?! “ Aa’ baru datang dan langsung memarkir motornya.
“ Udah jatuh di empang, katanya mau bisnis Kecebong,.. “ sindir Wiya. Membuat ade Ocit malu.
“ Mandi sana..! bersihin tubuhnya. “ perintah Aa’.
Ade Ocit yang takut melihat mata Aa’ ngiler yang melotot, langsung ngacir ke kamar mandi. Tak peduli dengan rasa perih yang merajai lututnya ketika terkena air.
Selesai mandi dan memakai baju rapi, ade Ocit keluar ke teras depan ikut bergabung dengan orang tua dan sodaranya yang lain.
“ Kenapa jalannya begitu..? “ sapa ibu melihat anak bungsunya berjalan rada pincang.
Wiya yang tahu kronologis ceritanya langsung angkat bicara, menjelaskan.
“ Sudah di obati belum,..? “
“ Belum ..” Jawab ade ocit singkat.
“ Kalau gak segera di obati , takutnya nanti infeksi. Kalau sudah infeksi terus gak bisa diobati lagi, itu berarti kakinya harus di amputasi… “ Aa’ menakut-nakuti yang di amini Ahmed dan Rhe.membuat Ocit jadi ketakutan.
“ Udah ,.. dari pada di amputasi, lebih baik sekarang lututnya dibersiin dulu. Ingat disikat ampe bersih baru di kasi obat merah dan di perban. “ Wiya jengkel melihat Ocit yang o’on abizzz,..
Takut bercampur malu di olok kakak-kakaknya, ocit langsung menuju kamar mandi. Di sana ada Neni yang sedang mencuci.
“ Kak,.. amputasi itu apaan sih,.?.” Tanya ade memenuhi rasa keingin tahuannya.
Dengan cueknya dan sambil menyikat cuciannya Neni menjawab. “ kakinya dipotong “. Jawaban Neni tadi kontan membuat si ade keget dan semakin takut.
Tidak ingin kakinya dipotong, ade Ocit langsung meminta Neni untuk keluar dari kamar mandi sebentar. Dengan sedikit memaksa akhirnya Neni mau juga keluar. Ocit segera masuk dan menutup pintu kamar mandi. Membuat Neni marah.
Beberapa menit kemudian terdengar suara rintihan seseorang dari dalam, bulu kuduk Neni merinding. Ia merasa kalau sahabatnya ( si suster ngesot ) akan datang. Semakin lama suara rintihan itu berubah menjadi tangis yang meledak. Jelaslah terdengar oleh Neni kalau suara itu adalah milik si ade. Dengan perasaan lega , karena selamat dari sang sahabat, Neni langsung mengucap hamdalah dan hampir saja bersujud syukur kalau tidak ingat kalau di depannya adalah kamar mandi.
Neni memapah ade Ocit keluar dari kamar mandi dengan hati-hati sampai ke dalam.
“ Loh,.. kenapa ini,..? “ Rhe heran.
Neni mendudukkan Ocit ditangga tengah pembatas antara ruang keluarga dengan kamar utama dan ruang tamu.
Ocit masih menangis.
Karena waktu menjelang maghrib, semua yang tengah berkumpul di teras depan segera masuk untuk mempersiapkan diri menjelang salat Maghrib tiba. Kontan mereka terkaget-kaget mendapati ade Ocit yang tengah duduk menangis.
“ Kenapa bos,..? “ Aa’menepuk pundak ade.
“ Tadi ade udah belsiin kaki sepelti yang dibilang kak Wiya, disikat belsih pake sikat nyuci, hiks,..hiks,.. tapi kok tambah sakiiiit,..huk,..huk,..huk,.. “ Volume tangisnya makin besar.
Semua sodaranya saling pandang heran dan tertawa bersamaan. Menertawakan ketololan adeknya yang tidak ketulungan. Ibu dan abah tidak bisa berkomentar apa-apa. Mereka hanya tidak mau kalau nanti komentar mereka akan membuat anak bungsunya itu semakin manja dan lemah.
Rhe yang kasihan langsung mengambil alat P3K yang ada di kamar Aa’.
Untuk meredakan tangis si kecil, Aa’ pura-pura memeriksa bagian kaki ade yang sakit. Ternyata lumayan berhasil. Paling tidak tangis Ocit sedikit mereda.
“ Kalau sudah begini,.. dipotong saja,..!!! “ sambung Aa’ menggerakkan kaki ade Ocit ke kanan dan ke kiri dengan kasar. Dan jurus itu juga yang membuat tangis Ocit meledak lagi. Sementara yang lain tertawa.
Tapi akhirnya ada juga dari meraka yang berbaik hati untuk mengobati luka si kecil dengan melumuri obat merah di tempat luka, kemudian di tempelkan plester.
“ Maksud kakak di cuci bersih dan di sikat itu bukan pake air dingin dan sikat nyuci. Jelas semakin sakit lah,..dodol..!!. cucinya pake air hangat kuku atau pake alkohol dan di sikat pake kapas sampai kotorannya hilang, baru di obati pake obat merah, lukanya jangan lupa di tutup pake perban atau plester supaya kuman di luar tidak masuk. Jadi,..lukanya cepet sembuh dan mengering..”
“ Ini di ingat…!! Supaya besok bisa obati sendiri. “ Wiya sedikit menekan suaranya agar si ade mendengarnya dengan jelas.
“ Jadi di potong,..?! “ Ahmed menggoyang-goyangkan pisaunya dari jauh. Membuat ade Ocit lari kencang mencari tempat persembunyian yang aman.
“ Gak pincang lagi,.. ? “ sindir ibu mendapati ocit yang mesembunyi di belakangnya.


Pesan moral :
Sikat selain bisa di pakai untuk membersihkan pakaian, ternyata berfungsi juga untuk membersihkan luka. Coba aja …!!! Pasti perih,…huk..hukk..huk.. atiiit…!!!.
@ RMH CNT @

Tidak ada komentar:

Posting Komentar