RUMAH CINTA

Jumat, 13 Agustus 2010

BATITA (BAyi TIdak tahu TAta-tertib)

Ini tarawih pertama dalam bulan suci ini. Wiya dan Nano saling membanding-bandingkan mukena siapa yang paling putih. Bunda yang biasanya menggunakan mukena lusuhnya setiap shalat, kini menggantinya dengan mukena terbaiknya itu semata perwujudan atas kesyukurannya dalam menyambut kedatangan bulan suci. Abah keluar bagai malaikat syurgawi dengan wewangian misk-nya membuat aroma setiap sudut rumah cinta semakin semerbak, siap untuk memimpin shalat sunnah langka ini. Kemeriahan malam pertama Ramadhan semakin semarak dengan celoteh para kurcaci yang ikut tarawih bersama di rumah cinta.
Penuh dengan kenikmatan dan kesyukuran karena dapat dipertemukan dengan bulan yang penuh rahmah ini. Jadilah malam itu di Rumah Cinta menjadi malam ibadah dan larut dalam kekhusyukan serta kenikmatan yang luar biasa.
Usai shalat tarawih, abah memberikan kultumnya. Karena ini adalah malam pertama, jadi yang mengisi ceramah adalah abah, dan malam-malam selanjutnya abah mengatur jadwal pengisi ceramah usai salat tarawih adalah para penghuni rumah cinta, tak peduli masih kecil ataupun besar, semua mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mengisi kultum usai salat tarawih. sama seperti ramadhan-ramadhan sebelumnya.
Aa’, Wiya, Nano, Ahmed dan Neny duduk mengitari abah yang tengah mendengar si kecil Salsabila yang lebih senang di panggil Cha-Cha sedang meminta do’a pada ninik laki-nya usai ceramah.
“Ninik,..Cha-cha minta doa supaya cha-cha jadi anak solehah,..” mata beningnya melirik ke kanan- kiri melihat ke arah abah Ami (Panggilan buat Aa’), Paman Ahmed, Om Ochit. Bibi’ Cantik (Wiya), ‘Ammah (Nano), Tante (Neny). Semua kompak tersenyum. Tapi entah mengapa Cha-cha melihatnya seperti sedang menyeringai, hingga ia tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Si kecil terlihat ketakutan.
“Ayo,..belum selesai mintanya..” suara mbak Midha yang merupakan ibu kandung dan sahnya Salsabila, mengingatkannya dengan lembut.
Sambil sesekali menutup mata dan sesekali memandangi langit-langit si batita itu melanjutkan permintaannya.
“Supaya jadi anak solehah,...mm..mm...hafidzah,..mm.mm...” ia terlihat mulai kebingungan. Sepertinya lupa.
“Muballigah...” dikte bibi Cantik-nya
“Muballigah...” ulang Cha-cha. Dan melihat ke wajah Ammah-nya.
“Mufassirah..” dikte Nano.
“iya...” sambung si kecil.
“supaya cantik...” Neny ikutan mendikte.
“Eee,..sudah cantik Cha-cha.” Protesnya ke-pede-an. Disambut seringaian penghuni rumah cinta.
“ayo cepet...!” abah sudah tidak sabar menunggu kalimat cucunya selesai.
“Supaya Cha-Cha banyak uang...” pintanya polos. Kontan permintaan terakhir membuat yang lain tertawa.
“ternyata kecil-kecil matre juga nih anak..” Aa’ geleng-geleng heran mendengar permintaan keponakannya.
Usai menjalankan ritual tadi, para penghuni Rumah Cinta berkumpul untuk memusyawarahkan penyebab keponakannya yang selalu meminta untuk diberikan uang banyak dalam tiap doanya. Ternyata usut punya usut, dalam tiap doanya si batita itu selalu meminta kepada Allah agar diberikan uang yang banyak, itu karena tekanan orang tuanya.
“Orang tuanya memanfaatkan si anak yang masih kecil untuk mengemis ke Allah” “mentang-mentang doa anak kecil lebih cepat makbul.” Satu-satu dari mereka berargument.
“sepertinya kita harus melaporkan masalah ini ke komnasham perlindungan anak” sambung Aa' antusias.
“Atas tuduhan apa..?” tanya Nano yang masih ragu.
“mengeskploitasi anak.” Jawab Wiya tegas.
“Saya kira, ini salah satu bentuk protes Cha-cha yang tidak pernah mendapat uang jajan, dari itu ia mengemis ke Allah.” Ahmed mencoba berargumen dari sudut pandang yang berbeda.
“Tuduhan untuk orang tuanya bertambah.” Sambut Aa’.
“Apalagi..” sepertinya daya loading si Nano lagi ancur.
“menelantarkan anak.” Sambung Wiya cepat.
“Kira-kira hukumannya berapa tahun penjara.?” Tanya Neny membawa kalkulator.
“Bisa jadi paling lama empat tahun.” Aa’ menggunakan ilmu kampusnya yang mengambil jurusan hukum syari’ah.
“Eit,..stop..stop..stop...!!” Wiya terlihat panik begitu mendengar hukuman yang empat tahun.
“Ada apa..?” tanya semua kompak.
“Kalau sampai kak Midha di penjarakan Empat tahun, itu berarti tanggung jawab atau hak asuh anak akan berpindah ke keluarga kita.” Wiya melotot.
“Secara, keluarga kita adalah keluarga terdekat dari ibunya alias ada neneknya.” Sambung Wiya tegas.
“Tidaaaaak,...” teriak Neny, membuat semua tutup telinga.
Beberapa menit kemudian yang lain ikut teriak kompak.
“Tidaaaaaaaaaaaa.........k” dengan bulu kuduk merinding. Karena membayangkan bagaimana jika benar hak asuh si batita pindah ke rumah cinta. Pastinya rumah cinta akan hancur berkeping-keping.
“Dia akan memporak-porandakan kamarku...” Aa’ merinding.
“Dia akan mencorat-coret buku-bukuku...” Neny meradang.
“Dia akan terus ngompol di kasurku...” Wiya mendesah.
“Dia akan mengganggu istirahat siangku...” Nano mengeluh.
“Dia akan mengacaukan lemariku...” Ahmed mengigau.
“Dia akan menjadi saingan terberatku menonton acara televisi...” Ocit mengamuk.
“sebaiknya kasus ini kita tutup saja, jangan diperkarakan.” Aa’ memberi pencerahan.
“Setuju....!!!” Semuanya kompak dan bubar, begitu si batita datang menghampiri mereka.
“Cantiiiiik,....adik Cha-Cha ngompol di kamar Cantik..” Fawwaz lari sembari teriak, membuat Wiya menjerit. Semaput.

Pesan moral:
Para BATITA ternyata lebih berbahaya dari apa yang anda kira. Ia berkeliaran dimanapun ia suka, membuat kekacauan di sekitar anda. Maka, WASPADALAH...WASPADALAH...!!!

Marhaban Ya Ramadhan

Suka cita dan kemeriahan manyambut bulan suci Ramadhan begitu kental terasa di kampung halaman tercinta ini, lebih khusus lagi di Rumah cinta ini.
Bisnis sabu (sarapan bubur) dan Gorhang (Gorengan Hangat) bunda untuk sementara tutup buku, tapi bukan bangkrut. Itu semata karena bunda akan kehilangan pelanggannya. Tak akan ada lagi yang mau beli Sabu setiap paginya, diberi diskon seratus persenpun mereka pasti akan menolak. Ya iyalah, mereka kan puasa. O’on.
Sudah sekian banyak bisnis kuliner yang dilakoni bunda untuk menambah kebutuhan asupan gizi penghuni Rumah Cinta, namun tidak sekali pernah terlihat peningkatan kurva hasil penjualan, meski pelanggan tetap bunda banyak. Usut punya usut ternyata para pelanggan bunda adalah enam mahluk omnivora yang sampai saat ini masih bersarang ditiap bilik Rumah cinta ini. Siapa lagi kalau bukan Aa’ si pemangsa segala terutama Sabu yang menjadi menu wajibnya ketika bangun tidur, Wiya yang kurus tapi rakus terutama saat melahap pisang goreng, si Nano yang berbanding terbalik antara ukuran badan dengan porsi makannya, ada Ahmed yang selalu mengaku kalau nyawanya hari itu tercecer pada tiap gorengan hangat bunda, lain lagi The Neny yang katanya gak doyan makan gorengan takut kalau akan merusak jaringan organ pita suaranya yang merdu seperti kaleng rombeng, tapi satu bakul sendiri disikatnya gorengan hangat bunda dan yang satu lagi si cadel Ocit yang katanya gak akan bisa melafalkan huruf R kalau tidak memakan Go-Re-ngan (penekanan bacaan ada pada hurup Re). Meski begitu bunda tetap ikhlas melakukannya.
“Dari pada mereka semua minta uang jajan ke bunda buat beli makanan diluar sana yang gak jelas halal haramnya” jawab bunda ketika ditanyai abah perihal usahanya yang jalan ditempat.
Begitu Ayam jantan berkokok dengan lantangnya, ibunda yang sudah beberapa minggu tak pernah menginjakkan kaki ke pasar tradisional Selong, kini telah bersiap-siap menyusun daftar belanjaannya untuk mempersiapkan kebutuhan satu bulan kedepan, dan menyikapkan menu istimewa untuk sahur dan berbuka di hari pertama puasa nanti.
Begitu juga dengan penghuni Rumah cinta yang lain, mereka telah siap-siap untuk menyambut bulan yang penuh dengan berkah dan ampunan ini, dengan bersama-sama, bahu-membahu, bergotong-royong membersihkan rumah cinta yang mereka banggakan.
Ada yang bertugas membersihkan semua perabot rumah, ada yang bertugas membersihkan semua jendela, mengepel rumah dan lantai, mencuci gorden-gorden yang tertimbun debu selama berbulan-bulan. Sayangnya bulan ini, panglima Rumah cinta tidak memiliki cukup dana untuk mengganti dan merenovasi warna cat tembok rumah yang telah beberapa tahun tak pernah diganti. Dan Alhamdulillahnya warna cat tembok rumah tidak kusam. Hanya saja warnanya sedikit pudar, tetapi tidak mengurangi kecerahan warna hati para penghuninya dalam menyambut semarak Ramadhan yang semakin menambah rasa nikmat dan syukur akan datangnya bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan.
Panglima Rumah cinta selalu mengingatkan pada anak-anaknya.
“ Bahwa barang siapa yang menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan penuh suka cita, maka Allah SWT akan membebaskannya dari api neraka.”
Maka, wajar saja ketika hari yang dinanti itu tiba, semua berbahagia dan menyambutnya dengan penuh suka cita.
Begitu semua tugas dan tanggung jawab masing-masing telah kelar, satu persatu dari penghuni rumah cinta memasuki ruang peristirahatan masing-masing untuk mengumpulkan kembali tenaga yang terkuras sepanjang hari. Tak ketinggalan, bocah-bocah kecil yang tadinya hanya bisa mengganggu dan menambah kemeriahan kini ikut tertidur dengan begitu pulas di kamar sang bunda.

@RMH CNT@

Bunda pulang dari pasar dengan menenteng sekeranjang barang bawaannya, melihat bunda pulang semua berhamburan untuk menyambutnya, bukan hanya ingin membantu untuk meringankan beban bunda, melainkan karena ada udang di balik keranjang belanja.
“ Kue serabi pesananku ada kan bunda?” tanya Ahmed yang memproklamirkan diri kalau nyawanya hari itu benar-benar berada di kue serabi.
Bunda tak menjawab, karena sibuk mengemasi barang yang tececer dari keranjang.
“ Ninik…ada es cendolnya gak..?” Rengek si-batita.
Bunda masih diam.
“Buk,..buburnya ada kan?” Aa’ yang baru keluar dari kamar langsung menyerbu bunda. Karena Alarem hanphonenya telah berbunyi, mengingatkannya bahwa waktu makan bubur tiba.
“Emang kalian semua titip ama bunda ya?” tanya bunda acuh.
Semua saling berpandangan, lalu dengan kompak menjawab.
“Iya” Ahmed menambahnya dengan kalimat “Betul” dengan begitu mantap.
“Perasaan,bunda Cuma denger suaranya aja, tapi bunda gak dikasi duitnya.”
Aa’ dan Ahmed angkat bahu.
Kecewa.
“Iya nih. Yang namanya nitip itu tentu disertai dengan uangnya, bukan hanya dengan omongan saja.” Sambut Wiya yang baru datang membantu bunda mengangkat sebagian barangnya.
”Bun,..susu buat Wiya ada gak?” Wiya bertanya setengah berbisik takut terdengar saudaranya yang lain.
Tiba-tiba..
”Ctak..”
”Auw...sakit..” Wiya memegangi kepalanya kena jitak bunda.
”kamu sama saja dengan yang lain.” bunda melotot.
Wiya hanya bisa cengengesan.
Wiya segera membantu bunda merapikan barang belnjaannya, bumbu dapur dimasukkan ke dapur dan stok makanan yang kering, seperti kerupuk dan kacang-kacangan disimpannya dalam lemari.
“Bunda beli detergen lagi?. Bukannya masih ada?” Wiya komentar.
“Untuk besok pagi. Kita kerja bakti mencuci gorden dan semua sajadah serta membersihkan Rumah Cinta ini. Untuk menyambut Ramadhan. Bukankah rumah bersih dan suci melambangkan kebersihan dan kesucian hati penghuninya..!” tegas bunda.
Wiya membayangkan kalau besok pagi tenaganya akan terkuras habis, karena akan mecuci karpet, sajadah, dan semua peralatan dapur, lalu mengepel lantai, membersikan jendela, dan semua perabot di dalam Rumah Cinta. Belum lagi dua kurcaci itu akan mengacaukan semuanya.
Belum lagi Wiya akan mengeluh, ia langsung teringat isi ceramah subuh babah yang menggebu-gebu, mengingatkan kepada penghuni Rumah Cinta agar senang dan bahagia menyambut datangnya bulan suci ini, karena barangsiapa yang gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka. Mengingat itu, Wiya langsung bersemangat.
“Marhaban ya Ramadhaaaaaaaaan...” teriaknya penuh semangat.
@RMH CNT@
Begitu adzan Ashar berkumandang, abah langsung memberi aba-aba kepada segenap penghuni Rumah Cinta untuk segera mempersiapkan diri shalat berjama’ah. Sebagai pemimpin yang baik, beliau tak perlu memberi perintah panjang lebar, cukup dengan memberi contoh. Sebelum meminta semua penghuni untuk siap-siap, abah sudah siap di ruang keluarga yang sekaligus sebagai musholla alias pusat peribadatan di Rumah Cinta.
Meski sebagian besar penghuni sudah kumpul dan membuat shaf shalat yang rapi di belakangnya, abah belum juga memulai takbirnya.
“Ini pasti karena bunda belum berdiri di dalam shaf ini.” Wiya mengibaskan rukuhnya.
“Seperti biasa...” jawab Neny sembari mencibir.
“paduka tidak akan melanjutkan perjalanannya tanpa permaisuri.”sambung Nano.
“loh. Bunda kalian mana..?” Tanya abah yang mulai dihinggapi bosan, karena terlalu lama menunggu.
“Ninik laki, kapan mulai colatnya, Cha-Cha mau main ini..” protes si Batita.
“tunggu ninik bini dulu sebentar.” Jawab abah pada cucunya.
Tiba-tiba dari belakang Wiya langsung angkat suara dengan lantang.
IKOMAT
“Iya..iya..sudah selesai..sebentar...tunggu...u....” teriak bunda dari dapur dan terdengar berlari ke toilet.
Hanya dengan jurus ikomat suara lantang yang akan menyadarkan bunda dari kenikmatannya meracik bumbu di dapur.
Akhirnya shalat berjama’ahpun terlaksana tatkala permaisuri Rumah Cinta telah menduduki singgasananya. Suasana tetap terasa hidmat, meski si kecil Salsabila dan Fawwaz kerap saling goda.
Usai shalat, tak ada satupun yang boleh beranjak dari tempat duduk meski itu si kecil Fawwaz, karena abah tetap memegang kendali yakni memimpin doa. Baru setelah doa berakhir para anak dan para cucu antri untuk meminta doa pada tetua Rumah Cinta, siapa lagi kalau bukan abah dan bunda. Ritual inilah yang bisa dipastikan tak pernah ada di rumah dan keluarga manapun kecuali di Rumah Cinta ini. Setiap selesai shalat berjama’ah dan doa bersama, sebagai anak mereka akan langsung menghadap ke abah atau ke bunda meminta doa. Abah dan bunda kemudian memegangi ubun-ubun putra, putri dan cucunya satu persatu seraya memanjatkan doa terbaik untuk mereka. Setelah itu para anak dan para cucu akan menciumi telapak tangan abah dan bunda dengan penuh takzim dan rasa cinta kasih yang mendalam, baru kemudian menciumi kedua pipi dan kening mereka yang telah begitu banyak berjasa dalam hidup kita. Sebelum bubar jalan masing-masing dari tujuh bersaudara di Rumah Cinta itu akan saling berjabat tangan, yang kecil menciumi tangan yang besar dan yang besar akan mengecup kening yang kecil. Gambaran keluarga sakinah dalam balutan Ridho dan Rahmah Allah.
Selesai meminta doa dua kurcaci Rumah Cinta ditanya ninik mereka.
“Kakak Fawwaz, besok puasa kan..?” tanya abah mengelus kepala cucunya.
“Iya donk..kakak Fawwaz kan anak soleh, jadi harus puasa. Itu kata ibu.” Jawab si kecil Fawwas yang berusia lima tahun semangat mengingat setiap malamnya nanti akan dapat jatah segelas susu. Ternyata ada segelas susu di balik puasa Ramadhan.
“kalau mbak Cha-Cha..besok ikut puasa gak..?” abah menanyakan hal yang sama pada cucunya yang berusia dua tahun.
“ibu bilang, puasa itu gak makan sama gak minum. Nanti Cha-Cha laper kalo’ gak makan sama gak minum. Nanti Cha-Cha kurus seperti bibi Catik (Wiya).” Jawabnya polos membuat Wiya sewot. Belum juga abah ingin menyelesaikan percakapannya kurcaci-kurcaci itu langsung kabur ke halaman rumah bergabung dengan kurcaci lain. Abah hanya bisa tersenyum dan berdoa dalam hati untuk keselamatan anak cucunya.

Pesan Moral:
Rasulullah saw, menganjurkan kepada ummatnya untuk menyegerakan berbuka puasa. Bunda di rumah juga memerintahkan untuk segera berbuka puasa kalau azan magrib telah tiba. Karena terlambar lima menit saja hidangan berbuka ludes semua. Semua penghuni RC predator,.he..he..