RUMAH CINTA

Minggu, 25 Oktober 2009

10. Nasi goreng Peyak (benyek)

Mengamati kondisi rumah yang sepi, karena bunda dan babah masih belum balik dari jalan-jalan paginya, Aa’ dan Ahmed yang masih tertidur pulas, sementara Rhe yang masih di kamar mandi dan Neny yang sibuk mencuci, plus ade Ocit yang masih ngambek. Sempurna sudah rasa kesepian yang ku alami.
Selesai beres-beres dan bersih-bersih rumah dengan inisiatif cerdas, aku bermaksud untuk membahagiakan hati orang-orang yang kucintai dengan membuat suprice masakan special ala cooky Wiya.
“ Pulang jalan-jalan, ibu sama babah pasti lapar, begitu juga dengan Aa’, ade Ahmed, Rhe, Neny, ade Ocit juga pasti gak ngambek lagi. “aku mesem-mesem sendiri membayangkan mereka yang tengah lahap menikmati masakan buatanku.
“ Yup..!!! Masak dimulai “ aku menyemangati diri sendiri dan berjalan menuju ke dapur luar dengan semangat perjuangan 45.
Semua bumbu dan bahan yang di butuhkan telah kusiapkan, sambil bersenandung kecil akupun mulai megiris cabe, kol, tomat, sawi dan bawang. Meski air mataku berderai keluar menahan perih karena mengiris bawang merah aku tetap melanjutkan misi surprice kali ini. Sementara telur yang kubutuhkan masih berada dalam eraman indungnya, dengan hati-hati dan mengumpulkan segenap keberanian, kulapisi tanganku dengan lilitan kain yang cukup tebal untuk menghindari patukan sang induk yang merasa terganggu, dan akhirnya aku berhasil mengambil dua biji telur ayam dari eraman indungnya.
“ Soryy ya Yam,.. aku telah merampas hak hidup anak-anakmu…” aku mencoba meminta maaf pada induk Ayam yang masih berkokok keras, protes tidak terima karena telah di dzalimi sang tuan rumah.
Malang nian,..=( ketika semua telah siap untuk di goreng. Tiba-tiba tungku yang akan ku kenakan pecah mungkin karena sudah terlalu lama terpakai, untuk mendapaatkan hasil yang maksimal, akupun bela-belain untuk memperbaikinya dengan resiko tangan akan kotor dan cemong. Setelah semuanya ku kira beres, ketika akan mulai menyalakan kayu yang telah ku susun rapi dalam tunggku, ternyata kayu-kayu itu tak mau menyala. Ya iyalah,.. kayunya kan basah semua.
“ Ufkh…!!!” aku mendesah sambil berkacak pinggang, entah karena lelah ataupun sedang berusaha mencari solusi terbaik untuk segera menyalakan tungku itu.
Kuusap tetesan peluh yang mengalir di dahi cepat, ketika ide itu muncul. Dengan gerak cepat aku melangkah mengambil beberapa serabut kelapa yang biasa di simpan bunda di belakang untuk menyalakan tungku pecah itu. Begitu serabut kelapa itu tersentuh korek api, dengan cepet api itu terus menjalari tiap helai serabut yang kering, hingga perlahan api mulai terlihat meski masih kecil. Sedikit lega dan langsung menaikkan kuali tanggung yang biasa kugunakan untuk menggoreng.
Satu-demi satu semua bumbu telah kumasukkan, dan tiba-tiba di tengah kesibukanku menggoreng nasi.
Api padam…
Aku panik,..
Karena jikalau kutinggalkan kuali dalam kondisi terbuka seperti itu dan masuk mengambil serabut kelapa lagi, takutnya nanti ayam-ayam yang tak bertanggung jawab itu akan mendahuluiku, dan mengobrak-abrik nasi gorengku dengan cekernya.
Melihat peluang serabut yang masih di dalam tunggu bisa menyala, akhirnya aku meniup tungku itu dengan sekuat tenaga, hingga debu-debu abu gosok itu bertebangan mengenai jilbab kaos dan mulutku. Aku pun sampai terbatuk-batuk di buatnya. Asap yang mengepul membuat mataku begitu perih dan berair. Karena sudah tanggung dan hampir mateng, aku berusaha membuat api tetap bertahan untuk menyala sebisa yang aku punya hingga nasi gorengku betul-betul mateng.
Rasa puas itu jelas sekali aku rasakan tatkala melihat nasi goreng itu benar-benar mateng dan siap saji. Dan aku membayangkan kalau aku akan lebih puas lagi ketika melihat betapa lahapnya suapan penghuni Rumah Cinta yang menikmati hidangan istimewaku pagi ini.

@RMH CNT@

“Badan amiss,.. sudah biasa,.. bau asap tak apa-apa…”
Senandungku sembari menyiapkan menu pagi ke atas piring-piring bersih yang telah ku sediakan sebelumnya. Begitu semua telah siap, aku segera memanggil semua penghuni rumah Cinta yang masih sibuk dengan kegiatannya.
“ Rhe,…Nen,.. Ahmed… ayo sarapan..!!! “ teriakku sambil membawa nampan berisi piring-piring yang sudah terisi nasi goreng.
Lalu aku pun beranjak ke kamar si Aa’ mencoba untuk membangunkannya.
“ Aa’…Aa’…mau sarapan gak..? ade buatin nasi goreng tuh,.! “.
begitu mendengar nasi goreng, si Aa’ langsung bangkit dari pembaringannya, tanpa ba-bi-bu Aa’ langsung menyantap nasi goreng itu dengan ganasnya, karena sedang memasak air, aku keluar untuk melihat kondisi api dalam tungku, ternyata sejak tadi hanya ada asap saja yang mengepul dari dalam tungku, karena ingin sekali meminum susu hangat, aku berusaha untuk menyalakan api itu kembali meski mata masih terasa perih bukan main karena asap-asap kotor itu berebut membelai bola mataku.
Tiba-tiba…
Beberapa penghuni rumah cinta yang tadinya tengah makan di dalam, keluar, diantaranya Ahmed dan Aa’ Ngiler, sambil menenteng piring mereka yang masih terisi nasi goring special buatanku itu.
“ Apaaa… ini nasi goreng kok begini rasanya…” Gerutu Ahmed.
Aku yang masih mengusap mata yang perih terkena asap kayu basah itu bertanya.
“ memangnya kenapa dek..?”
Ahmed tak menjawab, ia hanya melepaskan dan meletakkan piring nasinya begitu saja dan berlalu.
“ Yus (Kurus)…mau bunuh kita ya.?! Kasi nasi goreng basi.” Aa’ Ngiler juga melakukan hal yang sama dengan Ahmed.
“ Katanya nasi goreng special,.. mana?! Adanya malah nasi goreng peyak (benyek). Fuikh…weikk,..” Ahmed pura-pura mual.
" NASGORYAK,...nasi goreng peyak,...nasi goreng peyak..geratis,..ayo..ayo siapa yang mau mual.." ahmed melanjutkan aksi penghinaannya.
“ Udah makanan begituan pantesnya buat ayam aja, bukan buat kita.” Sambung Aa’.
Satu-persatu penghuni rumah Cinta meletakkan piring mereka, tanpa ada bekas kalau mereka telah menyentuhnya sama sekali.
Telingaku terasa panas mendengarnya, dadaku terasa sesak dibuatnya, kaki dan tanganku gemetar karenanya. Dan tak terasa sesuatu yang hangat membasahi kedua pipiku.
Aku menangis…
“Mereka tak pernah tahu…” aku mencoba menenangkan perasaan dengan melihat luasnya langit biru, berharap hatiku pun akan seluas itu menerima sumua yang telah kulihat dan kudengar pagi ini.
Mataku masih sembab ketika Aa’ datang dan meledekku.
“ Yeee,.. nangis…”
Karena tak tahan dengan semuanya, dengan semua yang membuat ku kecewa dan terluka, akhirnya akupun meninggalkan tungku yang masih berasap itu berlalu begitu saja.
Di dalam kamar aku menangis sejadi-jadinya dalam bantalnya agar tak terdengar oleh siapapun diluar.
Bukannya aku kecewa karena makanannya tak di sukai, tetapi aku bersedih karena tak satupun dari mereka yang bisa menghargai usahaku untuk membuat mereka bahagia. Paling tidak mereka bisa menghargai jerih payah dan perjuanganku hingga nasi goreng itupun akkhirnya bisa matang.
Di tengah kegalauan hati dan kebencianku, aku berjanji pada diri sendiri untuk tidak pernah membuat nasi goreng lagi.
Sungguh rasa hina dan tak dihargai itu sangat sakit sekali…
Disaat aku tengah berusaha untuk menentramkan hati dan perasaanku, dari luar terdengar Aa’ dan Ahmed berteriak saling sambut dengan kalimat yang membuat hati dan kupingku semakin memanas.
“ Nasi… Goreng peyaaaak,…”
“ Nasi,… Goreng Peyaaak.. harga promosiiii…”
“ Ha…ha…ha…”
“ Semoga Allah mengampuni kalian…” Kutukku pada mereka.

@RMH CNT@

Pesan Moral :
Jikalau ada seseorang yang menghinakan dan mengolok-olok masakan anda, maka menaruhkannya racun tenggorokan sebagai bumbu penyedap merupakan alternatif terbaik untuk anda, agar ia tidak akan pernah bisa lagi menghinakan maskan anda, di sebabkan karena ia telah berubah menjadi bisu. Maka segeralah bertaubat dan mohon ampunan pada_Nya. Agar anda terhindar dari olok-olokan orang yang bisu….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar